1. Gereja Katedral Jakarta
Gereja Katedral Jakarta (nama resmi: Santa Maria Pelindung
Diangkat Ke Surga, De Kerk van Onze Lieve Vrouwe ten Hemelopneming)
adalah sebuah gereja
di Jakarta.
Gedung gereja ini diresmikan pada 1901 dan dibangun dengan arsitektur neo-gotik dari Eropa, yakni
arsitektur yang sangat lazim digunakan untuk membangun gedung gereja beberapa
abad yang lalu.
Gereja yang sekarang ini dirancang dan dimulai oleh Pastor Antonius Dijkmans dan
peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Provicaris Carolus
Wenneker. Pekerjaan ini kemudian dilanjutkan oleh Cuypers-Hulswit ketika
Dijkmans tidak bisa melanjutkannya, dan kemudian diresmikan dan diberkati pada 21 April 1901 oleh Mgr. Edmundus
Sybradus Luypen, SJ, Vikaris Apostolik Jakarta.
Katedral yang kita kenal sekarang sesungguhnya bukanlah gedung gereja yang
asli di tempat itu, karena Katedral yang asli diresmikan pada Februari 1810, namun
pada 27 Juli
1826 gedung Gereja
itu terbakar bersama 180 rumah penduduk di sekitarnya. Lalu pada tanggal 31 Mei 1890 dalam cuaca yang cerah, Gereja itu pun sempat
roboh.
Ada 3 menara di
Gereja Katedral, yaitu Menara Benteng Daud, Menara Gading dan Menara Angelus
Dei. Menara ini dibuat dari besi. Bagian bawah menara didatangkan dari Belanda
dan bagian atas dibuat di Batavia. Selama lebih dari seratus tahun gereja ini
banyak mengalami kerusakan, namun upaya umat dan pastur untuk menjaga dan
merawat gereja Katedral ini terbukti hingga sekarang.
Gereja Immanuel awalnya adalah gereja yang dibangun atas dasar kesepakatan antara umat Reformasi dan Umat Lutheran di Batavia.
Pembangunannya dimulai tahun 1834 dengan mengikuti hasil rancangan J.H. Horst. Pada 24 Agustus 1835, batu pertama diletakkan. Empat tahun kemudian, 24 Agustus 1839, pembangunan berhasil diselesaikan.
Bersamaan dengan itu gedung ini diresmikan menjadi gereja untuk menghormati Raja Willem I, raja Belanda pada periode 1813-1840. Pada gedung gereja dicantumkan nama WILLEMSKERK.
Gereja bergaya klasisisme itu bercorak bundar di atas fondasi tiga meter. Bagian depan menghadap Stasiun Gambir. Di bagian ini terlihat jelas serambi persegi empat dengan pilar-pilar paladian yang menopang balok mendatar. Paladinisme adalah gaya klasisisme abad ke-18 di Inggris yang menekan simetri dan perbandingan harmonis.
Orgel yang dipakai berangka tahun 1843, hasil buatan J. Datz di negeri Belanda. Sebelum
organ terpasang, sebuah band tampil sebagai pengiring perayaan ibadah. Pada 1985, orgel ini
dibongkar dan dibersihkan sehingga sampai kini dapat berfungsi dengan baik.
Sekarang Gereja Immanuel berenama resmi Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Jemaat Immanuel Jakarta.
3. Gereja Sion Jakarta
Gereja Sion dikenal juga
dengan nama Portugeesche Buitenkerk atau Gereja Portugis berada
di sudut Jalan Pangeran
Jayakarta dan Mangga Dua Raya. Bangunan gereja ini memiliki
kemegahan arsitektur serta daya tahan yang kokoh.
Portugeesche Buitenkerk atau Gereja Portugis selesai dibangun pada 1695.
Peresmian gedung gereja dilakukan pada hari Minggu, 23 Oktober 1695
dengan pemberkatan oleh Pendeta Theodorus
Zas. Pembangunan fisik memakan waktu sekitar dua tahun. Peletakan
batu pertama dilakukan Pieter
van Hoorn pada 19 Oktober 1693.
Cerita lengkap
pemberkatan gereja ini tertulis dalam bahasa Belanda pada sebuah papan
peringatan. Sampai sekarang, masih bisa dilihat di dinding gereja.Gereja ini merupakan gedung tertua di Jakarta
yang masih dipakai untuk tujuan semula seperti saat awal didirikan. Rumah
ibadah ini masih memiliki sebagian besar perabot yang sama juga.
Di pintu barat gereja terdapat 11 makam kuno dengan batu nisan besar
khas zaman Belanda. Kesebelas nisan makam ini dipasang secara mendatar.
Bahkan, bahan nisan terbuat dari bahan batu yang didatangkan dari India.
Setelah
Indonesia merdeka, Portugeesche Buitenkerk berganti nama menjadi Gereja
Portugis. Sebagai peralihan kekuasaan pemerintahan, Pemerintahan Belanda
memberikan kepercayaan pengelolaan asset peninggalannya kepada Gereja-gereja
Protestan di Indonesia (GPI). Wilayah pelayanan GPI pada bagian barat
Indonesia diemban oleh Gereja Protestan Indonesia di bagian Barat (GPIB).
Maka, pada persidangan Sinode GPIB tahun 1957
Gereja Portugis, diputuskan untuk bernama GPIB Jemaat Sion.
4. Gereja Tugu, Jakarta
Gereja Tugu adalah salah satu gereja tertua di Indonesia terletak di Kampung
Tugu, Jakarta Utara. Secara pasti tidak diketahui kapan
mulai dibangun, tetapi para ahli sejarah menyimpulkan sekitar tahun 1676-1678, bersamaan dengan
dibukanya sebuah sekolah rakyat pertama di Indonesia oleh Melchior Leydecker.
Pada tahun 1737
Gereja Tugu dilakukan renovasi yang pertama dibawah pimpinan pendeta Van De Tydt, dibantu oleh
seorang pendeta keturunan Portugis kelahiran Lisabon yaitu Ferreira d'Almeida dan
orang-orang Mardijkers.
Pada tahun 1740
gereja Tugu hancur, bersamaan dengan terjadinya peristiwa Pemberontakan Tionghoa
(Cina Onlusten) dan pembantaian orang-orang Tionghoa di Batavia, pada
masa Gubernur Jenderal Adriaan Valckenier yang berkuasa di Batavia pada
tahun 1737–1741.
Kemudian pada tahun 1744
atas bantuan seorang tuan tanah Yustinus Vinck gereja ini
dibangun kembali, dan baru selesai pada 29 Juli 1747 yang kemudian
diresmikan pada tanggal 27 Juli 1748 oleh pendeta J.M. Mohr.
Sampai saat ini gereja tersebut masih berdiri dan berfungsi sebagai "GPIB Tugu",
walaupun di berbagai sudut sudah banyak yang harus diperbaiki karena faktor
usia. Gereja ini tampak sederhana tetapi tampak kokoh dan rapi, dengan berisi
bangku diakon antik, piring-piring logam, dan mimbar tua. Lonceng yang ada di
gereja tersebut diperkirakan dibuat pada tahun 1880, karena lonceng
paling tua yang dibuat 1747
sudah rusak dan disimpan di rumah pendeta di sana.
Gereja ini mempunyai luas 1,5 hektar. Uniknya, di bagian depan gereja
terdapat kuburan orang Portugis. Saat menjelang Natal, biasanya
orang-orang keturunan Portugis yang masih tinggal di wilayah Tugu
membersihkan kuburan leluhur mereka.
5. Gereja Ayam, Jakarta
GPIB Pniel Pasar Baru, Jakarta Pusat, atau yang sering disebut dengan Gereja Ayam, merupakan sebuah gereja
peninggalan zaman kolonial di Indonesia. Arsitektur gereja ini
dirancang oleh Ed Cuypers dan Hulswit. Gereja ini dibangun antara 1913 dan 1915 dan mulanya diberi nama Gereja Baru. Julukan Gereja Ayam diberikan karena di atap gereja ini diletakkan sebuah petunjuk arah angin yang dibuat berbentuk ayam.
Nama ayam ternyata mempunyai arti lain yang lebih dari sekedar penunjuk
arah mata angin. Pembuatan simbol ini diambil dari salah satu ayat dalam
Injil yang mengisahkan penyangkalan Yesus sebagai Tuhan oleh muridnya,
Petrus, sebanyak tiga kali sebelum ayam berkokok. Simbol ini juga untuk
mengingatkan umat Kristen untuk tidak menyangkal Tuhan.
.
Gedung gereja yang ada sekarang sudah merupakan perluasan dari bangunan yang asli yang pertama kali didirikan pada 1850, yang saat itu masih merupakan sebuah kapel kecil. Arsitek Cuypers dan Hulswit memugarnya dengan menggunakan perpaduan gaya Italia dan Portugis
dan memperluasnya sehingga dapat menampung hingga 1.500 orang. Hingga
kini interior bangunan kuno ini masih bertahan sejak masa hampir satu
abad yang lalu. Kursi, mimbar dan perlengkapan lainnya yang terbut dari
jati masih tetap dipertahankan sejak masa Belanda, meskipun orgel
pipanya sudah diganti pada awal 1990-an. Sebuah Alkitab besar berbahasa Belanda dari 1855 diletakkan di atas mimbar gereja itu. Karena dimakan zaman, Alkitab ini pun sudah rapuh dan mudah robek.
6. Gereja Santa Maria De Fatima
Berbeda dengan gereja-gereja lainnya, Gereja Santa Maria De Fatima memiliki nuansa oriental. Gereja ini pun memiliki bentuk bangunan yang berbeda dari gereja-gereja pada umumnya.
Gereja ini terletak di Jl Kemenangan III, Jakarta Barat. Gereja Santa Maria De Fatima dilindungi undang-undang sebagai Cagar Budaya pada tahun 1972 karena arsitekturnya masih mempertahankan gaya bangunan khas Fukien atau Tiongkok Selatan. Bangunan gereja Santa Maria De Fatima tidak berbentuk gedung, melainkan rumah. Awalnya, gereja ini adalah rumah dari seorang Tionghoa. Hingga pada tahun 1950, seorang pastur membeli rumah tersebut dan menjadikannya gereja.
Gereja Santa Maria de Fatima dibuat untuk mengajarkan agama Katolik pada orang-orang Hoakiau (Cina Perantauan). Selain gereja, di tempat ini juga terdapat sekolah dan asrama. Bahkan, gereja ini memberikan misa dengan dua bahasa, yaitu bahasa Indonesia dan Mandarin, pada waktu yang berbeda.
7. Gereja Katedral Bandung
Gereja Katedral Bandung, atau Katedral Santo Petrus, adalah sebuah gereja yang terletak di Jalan Merdeka, Bandung, Indonesia. Bangunan ini dirancang oleh Ir. Charles Proper Wolff Schoemaker dan bergaya arsitektur neo-Gothic akhir. Dilihat dari atas, bentuknya menyerupai salib yang simetris. Katedral Santo Petrus mempunyai luas tanah sebesar 2.385 m² dan luas bangunan sebesar 785 m².
Gerejanya sendiri diberi nama St. Franciscus Regis pada tanggal 16 Juni 1895. Setelah Bandung memperoleh status gemeente (setingkat kotamadya) pada 1906,
diputuskan untuk membangun bangunan gereja baru. Pembangunan bangunan
yang baru dilaksanakan sepanjang tahun 1921. Katedral ini lalu diberkati
pada 19 Februari 1922 oleh Mgr. E. Luypen.
8. Gereja Blenduk, Semarang
Gereja Blenduk adalah Gereja Kristen tertua di Jawa Tengah yang dibangun oleh masyarakat Belanda yang tinggal di kota itu pada 1753, dengan bentuk heksagonal (persegi delapan). Gereja ini sesungguhnya bernama Gereja GPIB Immanuel,
di Jl. Letjend. Suprapto 32. Kubahnya besar, dilapisi perunggu, dan di
dalamnya terdapat sebuah orgel Barok. Arsitektur di dalamnya dibuat
berdasarkan salib Yunani. Gereja ini direnovasi pada 1894 oleh W. Westmaas dan H.P.A. de Wilde, yang menambahkan kedua menara di depan gedung gereja ini. Nama Blenduk adalah julukan dari masyarakat setempat yang berarti kubah. Gereja ini hingga sekarang masih dipergunakan setiap hari Minggu.
keren
BalasHapus